Surat berbunga Darmaga 26 Juli 2022 Mengapa Kita Membutuhkan Maung Renungan Perian Harimau Sedunia bukan mereka yang membutuhkan manusia, tapi kita nan membutuhkan macan sebagai penyeimbang ekosistem. Jika harimau punah, hidup turunan akan bersoal. Sketsa macan oleh Nevelia Beleza. DUNIA memperingati Periode Harimau setiap 29 Juli. Ditetapkan lega 2010 di St. Petersburg, Rusia, privat Tiger Summit, penetapan ini bertujuan mengingatkan kita agar lebih peduli pada keberadaan harimau yang lebih terdesak oleh perburuan liar dan konversi alas. Sebelum pindah ke Kanada, wulan Juli sejauh 2022-2018 adalah bulan yang penuh “harimau” bakal saya. Mumbung dalam artian verbatim, karena saya mengikuti berbagai ragam kegiatan mempromosikan perlindungan harimau. Keseharian saya juga penuh dengan berbagai aksesori terkait macan, sebagai bagian dari pendirian untuk menggugah kognisi kita akan pentingnya hewan ini. Tas ransel berlukis harimau, pin harimau Sumatra, tempelan tas, gantungan kunci, sampai kaos yang bergambar dan pesan proteksi terkait harimau. Momen medium bersiap memulai perjalanan ke riuk satu lanskap kunci harimau, keponakan saya berumur 14 tahun dengan saksama kecam saya yang sedang memasang satu juga tag bergambar maung di koper, sementara ransel kanvas sudah mumbung dengan pin berlukis kucing lautan ini. “Tante, kenapa boleh segitunya selevel harimau?” Dalam percakapan orang Indonesia, kata “segitunya” menunjukkan sesuatu yang berlebihan. Saya terkesiap. Lain bisa segera menjawab. Taksi keburu datang. Tadinya, saya ingin menyadur jawaban anak asuh saya bahwa “Tiger is cool.” Tapi jawaban ini membutuhkan penjelasan panjang. Bintang sartan nanti saja menjawabnya saat sudah lowong. Dan waktu sempat itu saya pakai cak bagi batik kata sandang ini. Sebaiknya ia membacanya. Menyeluruh Tiger Day tahun ini mengingatkan saya sreg pertanyaan mengapa kita harus peduli pada maung Sumatra. Lebih tepatnya, mengapa kita membutuhkan harimau sehingga harus peduli lega mereka. Memangnya, kenapa seandainya maung punah? Setidaknya ada dua jawaban atas pertanyaan itu Pertama, semenjak sudut pandang ekologi. Takdirnya planet ini tak pun n kepunyaan macan, keseimbangan ekosistem akan terganggu. Seandainya ekosistem terganggu semangat insan menghadapi komplikasi raksasa. Cara alam bekerja adalah perwujudan dari keseimbangan yang sempurna. Umpama predator tertinggi, karnivora besar ini menempati posisi puncak plong kalung makanan di pataka. Hilangnya harimau akan menyebabkan trophic cascade, sebuah fenomena ekologi ketika jumlah fauna nan berada di bawah kalung nafkah harimau akan melimpah. Jika sato herbivor yang menjadi makanan harimau banyak, mereka akan membutuhkan pohon dalam jumlah banyak. Jika tumbuhan dimangsa oleh mereka, hutan tak akan bertunas dan mengerjakan regenerasi dengan konseptual. Sekiranya alas tak tumbuh kita kehilangan pembentuk oksigen, yang kita butuhkan bakal bernapas. Letupan populasi herbivor juga membuat persaingan mendapat rahim dengan binatang ternak menjadi tinggi. Seandainya hewan ternak kekeringan pakan, hewan ternak akan punah. Kebutuhan zat putih telur manusia pun akan terganggu. Ada banyak kembali aliansi antara berbagai macam sub-simpul lain, adalah antara plural hewan liar nan terdisrupsi, misalnya, antara medium karnivor dengan mangsa-mangsa kecilnya. Seorang maskapai pelaku konservasi kombinasi memvisualkan bahwa membiarkan maung punah bermula pataka sama begitu juga kita mencabut satu balok kusen nan memegang posisi kunci/penentu privat permainan jenga balok susun. Balok susun akan merosot jika satu balok kita tarik. Demikianlah peran maung dalam ekosistem kita. Macan kini menghadapi gaham balok susun. Perburuan liar, kehilangan habitat akibat hutan yang menjadi kondominium mereka diokupasi dan dikonversi untuk kebutuhan manusia, membuat mereka semakin terdesak. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK melaporkan populasi macan Sumatera waktu ini tinggal 600 tipe. Mereka masih ada, trophic cascade masih bisa dihindarkan. Tapi tanpa kesadaran melindungi mereka, tragedi itu akan segera terjadi. Trophic cascade ini bukan sekadar teori belaka dan fenomenanya telah unjuk di beberapa kancah di dunia. Kerumahtanggaan The Secret Wisdom of Nature, Peter Wohlleben menjelaskan dengan detail asam garam pahit yang terjadi di taman nasional tertua di dunia, Yellowstone di Amerika Konsorsium. Serigala, ibarat top pemakan di wilayah tersebut bersikukuh sampai penghabisan 1930. Penghuni sekitar yang khawatir ternak mereka musnah dimangsa ajak, memburu binatang ini. Bukan lama sehabis serigala menghilang, terjadi salakan populasi sejenis rusa besar elk yang mulanya merupakan mangsa utama ajak. Rusa ini meratah rumput dan tanaman taruna, sehingga lain ada regenerasi pepohonan nan layak di hutan. Akibatnya plural burung dan anjing air tidak punya sumber pangan yang cukup. Kalah bersaing pangan dengan rusa, beragam butuh dan berang-murka pun turut hilang. Sungai pun terdampak, karena hilangnya vegetasi rumput membuat air tidak punya pengempang lagi. Banjir dan erosi tidak terhindarkan. Kondisi menyedihkan ini terus terjadi hingga tahun 1995. Menyadari ketimpangan ekosistem itu, pemerintah Amerika melepaskanliarkan serigala dari Kanada di daerah tersebut. Perlahan keseimbangan alam pulih lagi di Yellowstone. Tentu kita tidak ingin ini kejadian serupa terjadi di Indonesia. Bermula mana kita mengekspor harimau Sumatra? Maung Sumatra di Aek Nauli, Sumatera Utara Landasan. Litbang Aek Nauli Dalam kiat Aum Atlas Harimau Nusantara, ketidakharmonisan relasi antara manusia dengan pan-ji-panji membuat dua sub-keberagaman macan, yaitu maung Jawa Panthera tigris sondaica dan harimau Bali Panthera tigris baliae, punah. Maka harimau Sumatra Panthera tigris sumatrae waktu ini menjadi suatu-satunya sub-diversifikasi maung yang masih tertinggal di Indonesia. Selain alasan ekologi di atas, alasan kedua mengapa kita membutuhkan harimau yakni perspektif antroposentris. Macan ada dalam diri bani adam. Maung cak semau dan sudah menjadi fragmen dari kultur dan hayat spiritual masyarakat sekitar rimba sejak dahulu. Harimau mendapat sebutan keperawanan simbah, kyai, datuk, inyiak, sahabat, beliau—semua bernuansa khidmat dan gentar. Bahkan ketika maung Jawa sudah punah, TNI Divisi Jawa Barat memakainya sebagai tanda baca kewibawaan dan keberanian para tamtama. Macan pun menjadi inspirasi etika sosial masyarakat di pedalaman Jawa dan Sumatera. Wadah-medan yang dihuni macan biasanya menjadi hutan pantangan dan dianggap keramat. Bahkan konflik sosok-satwa liar sejak suntuk disikapi dengan nilai-nilai kultural melewati tradisi ngagah di wilayah Kerinci, Jambi—sebuah tradisi menyantuni dan menghormati harimau nan tenang. Harimau sekali lagi ada dalam diri khalayak nan bersemayam jauh berasal hutan. Privat beberapa kegiatan sekolah anak saya di Kanada, khususnya yang terkait dengan aktivitas olahraga, para guru cangap memakai tulangtulangan atau metafora harimau untuk merepresentasikan semangat, kecepatan, dan kekuatan. Kendatipun negara ini adalah negara beruang grizzly, tak n kepunyaan habitat maung, imajinasi terhadap hewan lautan ini hadir dalam berbagai bentuk. Selain perspektif positif tercalit ikatan macan dengan insan yang dibangun dari sudut pandang pelestarian, terserah pula perspektif konflik orang dan satwa terlarang. Jalais, dalam Unmasking the Cosmopolitan Tiger. Nature and Culture, mengulas perbedaan mandu pandang terhadap harimau, yang ia sebut dengan istilah “cosmopolitan tiger”. Bagi orang daerah tingkat macan merupakan representasi kekuatan dan pengaruh. Sementara masyarakat yang tinggal di desa yang bersinggungan dengan habitat harimau Budek di hutan India, tetapi memandang binatang besar ini bak “pemakan manusia”. Dua cara pandang ini bermanfaat kerjakan ditelaah dari sudut pandang antroposentris. Kita harus menginjak berasal paradigma ini untuk menjadikannya motivasi abadi membuat pelestarian dan pelestarian alam, dan menjadi episode integral mulai sejak politik konservasi harimau. Memastikan bahwa maung harus tetap ada karena kita membutuhkannya tak hanya menjadi tugas salah satu pihak belaka. Demi masa depan spesies kita, demi kelestarian planet ini, kita tak boleh mewariskan harimau semata-mata dengan cerita “konon” dan gambarnya saja kepada anak-cucu kita kelak. Makara, begitulah, Haris, jawaban Tante atas pertanyaanmu tempo masa. Peluk berasal jauh… BERSAMA MELESTARIKAN Dunia Ketika informasi makin marak, keadaan-kejadian bukan lagi bubar, jurnalisme kian penting bagi memberikan perspektif dan mendudukkan soal-pertanyaan. Forest Digest memproduksi berita dan analisis kerjakan memberikan perspektif di balik berita-berita tentang pangan dan lingkungan secara umum. Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi “cak bagi dunia yang kuat” kami kepingin mendorong penyelenggaraan hutan dan lingkungan yang adil dan per-sisten. Dukung kami takhlik visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melangkahi endapan Rp Wiene Andriyana Rimbawan tinggal di Kanada. Memintasi pendidikan doktoral dari University of Natural Resources and Life Sciences Wina, Austria, dengan disertasi dampak desentralisasi terhadap tata kelola pangan di Jawa
MengenangSamong, Harimau Bali yang Telah Punah. Cindaku sendiri menyadari bahwa musuh terbesarnya adalah diri sendiri. Seperti yang diketahui, Cindaku memiliki sisi manusia yang berasal dari Kerinci. Meskipun tidak semua orang Kerinci bisa dipastikan sebagai Cindaku. Cindaku hanyalah orang-orang yang mewarisi darah Tingkas saja.